Jantho – Di tengah sorotan terhadap polemik pemanfaatan tanah wakaf Blang Padang—aset warisan Kesultanan Aceh untuk Masjid Raya Baiturrahman—muncul angin segar dari dua tokoh masyarakat yang memberikan keteladanan nyata. Dua mantan pejabat Aceh mewakafkan tanah pribadi mereka untuk pengembangan pendidikan keagamaan di Aceh Besar, sebuah langkah mulia yang patut dicontoh.
Drs Mahdi Hasballah, mantan pejabat Pemkab Aceh Besar, yang terlebih dahulu mewakafkan lahan seluas 2.250 meter persegi tepatnya di Gampong Lampeuneurut Gampong, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, lahan strategis tersebut akan digunakan untuk pembangunan SMK Unggul sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan berbasis keislaman dan keterampilan di wilayah itu.
Langkah ini disusul oleh Drs. Tgk. H. Bukhari MA, mantan pejabat Kanwil Kemenag Aceh, yang pada Kamis, 3 Juli 2025, mewakafkan lahan seluas 2 hektare di Gampong Suka Mulya, Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar, Tanah tersebut diproyeksikan sebagai lokasi pembangunan Dayah, lembaga pendidikan Islam tradisional yang berperan penting dalam membentuk karakter generasi muda di Aceh.
Prosesi ikrar wakaf berlangsung di Lambaro, dipimpin Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), Jamhur, S.H.I., M.A.. Akad dilaksanakan antara wakif Waled Bukhari—sapaan akrab Tgk H Bukhari—dan nazhir Tgk. H. Muhammad Lubok, Wakil Ketua MPU Aceh Besar sekaligus Pimpinan Dayah Darul Aman Lubok. Hadir pula Wakil Ketua BWI Aceh Besar, H Khalid Wardana, S.Ag., M.Si., serta tokoh masyarakat Muhammad Nur, S.H.,
Dalam keterangannya, Waled Bukhari menyampaikan bahwa niat wakaf tersebut telah lama terpatri dalam dirinya. “Saya ingin di sisa usia ini tetap memberi manfaat untuk umat. Semoga tanah ini menjadi amal jariyah dan mendorong tumbuhnya SDM Aceh yang berakhlak mulia dan berilmu,” ujarnya.
Sementara itu, Khalid Wardana menegaskan bahwa wakaf bukan hanya amal ibadah, tetapi juga instrumen strategis untuk pembangunan sosial dan pendidikan.
“Wakaf bisa menjadi penguat ekonomi umat, memperkecil kesenjangan, dan memperkuat kemandirian pesantren serta sekolah berbasis keagamaan,” ujarnya.
Khalid juga menyoroti pentingnya legalitas dalam pengelolaan tanah wakaf. Belajar dari pengalaman sengketa tanah wakaf seperti Blang Padang, ia mengimbau seluruh nazhir, tokoh agama, dan aparatur gampong untuk segera mengurus Akta Ikrar Wakaf (AIW) di Kantor Urusan Agama dan melakukan sertifikasi ke BPN.
“Sertifikat tanah wakaf sama pentingnya dengan sertifikat hak milik atau buku nikah. Ini bentuk perlindungan hukum dan cara menjaga keberlanjutan manfaat wakaf,” tegas Khalid yang dikenal sebagai mediator dalam berbagai persoalan sengketa wakaf di Aceh Besar.
Dua aksi wakaf ini menjadi bukti nyata bahwa kepedulian terhadap pendidikan dan umat masih tumbuh kuat di tengah masyarakat. Bukan hanya sekadar simbol, tetapi wujud nyata cinta pada ilmu agama, dan kemajuan generasi Aceh mendatang.
“Wakaf bukan hanya tentang memberi, tapi tentang mewariskan harapan,” demikian semangat yang diusung oleh para dermawan seperti Mahdi Hasballah dan Waled Bukhari.
Discussion about this post