Banda Aceh – Pengamat Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Dr Amri SE MSi menilai kemiskinan Aceh akan terus berlanjut bila porsi anggaran tidak memihak pada rakya miskin atau pro poor.
Pandangan itu disampikan Dr. Amri setelah BPS Aceh mengelurkan rilis yang menyebutkan Aceh sebagai provinsi paling miskin di Pulau Sumatera dengan Jumlah penduduk miskin Aceh pada September 2020 sebanyak 833,91 ribu orang. Jumlah itu bertambah 19 ribu orang dibandingkan Maret 2020 yakni 814,91 ribu orang atau naik 0,47 persen atau berapa pada angka 10 persen lebih.
Penyebab lain sambung Dr. Amri karena kesalahan manajemen anggaran oleh Pemerintah Aceh sudah terjadi sejak lama dan urang dilakukan koreksi. Meskipun anggaran pembangunannya cukup besar yang dikucurkan pusat.
Berkaca dari data BPS yang dinilai sudah sangat valid, Amri menuturkan yang diperlukan adalah perbaikan kebijakan, perencanaan, dan manajemen anggaran di Aceh.
“Harusnya anggaran tepat sasaran, APBA cukup besar ditambah dana otonomi khusus, tapi belum bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat,” jelas Amri.
Terlebih, menurut Amri selama ini tidak ada pemerataan ekonomi di 23 kabupaten/ kota di Aceh, karena yang menikmati anggaran pembangunan hanya segelintir masyarakat, termasuk pejabat, dan pengusaha besar.
Menurutnya, ini bisa dilihat dari angka gini ratio Aceh yang sangat tinggi. Dimana, berdasarkan data BPS, untuk tahun 2019 angka gini ratio Aceh mencapai 0,319.
“Saat ini kondisinya angka gini ratio tinggi, tingkat kemiskinan juga tinggi, itu penyebab tidak ada pemerataan ekonomi dan menyebabkan angka kemiskinan tinggi,” jelas pria pemegang sertifikat Planning dan Budgeting dari Graduate Research Institute for Policy Studies (GRIPS), Tokyo, Jepang.(#)
Discussion about this post