Aceh Besar – PT Solusi Bangun Andalas (SBA) sebagai perusahaan tambang terbesar di Aceh Besar yang melakukan penambangan batu kapur sebagai bahan utama pembuatan semen, dianggap tidak transparan dalam pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR).
Terlebih, banyak bantuan tidak bisa dipergunakan oleh warga alias terbengkalai yang diberikan kepada warga di Kecamatan Leupung dan Lhoknga, dimana perusahaan plat merah itu melakukan aktifitas
Misal, pembangunan sanitasi air bersih melalui pengadaan mesin pompa dan pembangunan gudang serta sanitasi pipa di Brayeung, Kecamatan Leupung dengan biaya Rp. 1, 4 miliar tahun 2009 silam.
Bantuan tersebut diberikan dari CSR (PT. Lafarge) sekarang PT.SBA untuk warga di enam Gampong, Kecamatan Leupung yaitu, Gampong Layeun, Peulot, Lam Seunia, Meunasah Masjid, Meunasah Bak’ U, dan Dayah Mamplah.
Sayang, alih-alih dipergunakan warga, setelah 11 tahun bangunan tersebut hingga kini tidak bisa difungsikan dan dibiarkan dalam semak belukar dimakan usia.
Kemudian, proyek air bersih juga dibangun di Gampong Meunasah Bak U berupa pengadaan mesin induk pompa air untuk memberikan air bersih pada warga 6 Gampong di Kecamatan Leupung.
Pada proyek itu, PT. SBA hanya memberikan mesin yang ditempatkan di bekas gudang disana, sementara pipa untuk mengalirkan air diambil bekas pipa milik NGO THW pada tahun 2007 bantuan pasca tsunami 2004 silam.
Miris, mesin yang dibantu pada 2010 itu sekarang telah meledak dan tidak bisa dipergunakan sama sekali, sementara warga disana memilih mengaliri air secara manual menggunakan bekas pipa milik NGO THW.
Dari swakelola yang dilakukan warga, tiga Gampong, yakni Gampong Menasah Masjid, Meunasah Bak U, Lamsenia sudah menikmati air. Sementara, Gampong Layeuen, Dayah Mamplam dan Gampong Pulot hingga kini masih sama sekali belum menikmati air bersih.
Selanjutnya, bantuan mesin padi dan tambak garam di Kecamtan Leupung, lagi-lagi sampai sekarang kedua bantuan tersebut tidak bisa dipergunakan oleh warga.
Terkait permasalahan tersebut, Plt Geuchik Layeun Ibnu Khatab meminta Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI melakukan audit secara menyuruh terkait dengan program CSR yang dikucurkan untuk 2 Kecamatan masing-masing Kecamatan Lhoknga dan Leupung sejak 2009 dengan pagu anggaran Rp. 3 miliar per tahun.
“Kami menduga sangat tertutupi dan sampai saat ini tidak ada laporan satupun dari realisasi dana tersebut kepada Pemerintah Kecamatan Lhoknga dan Kecamatan Lampung. Banyak program CSR hari ini tidak transparan ini merupakan hal penting untuk kita publikasikan supaya dapat diketahui oleh publik dan seluruh masyarakat,” ungkap Ibnu, Kamis 25 Februari 2021.
Menurut Ibnu, hingga kini banyak program CSR PT. SBA tidak bisa dipergunakan masyarakat seperti pompa air bersih untuk masyarakat di Kecamatan Leupung terbengkalai. Dia pun menduga, mesin tersebut dibeli melalui dana program CSR itu mesin tua bukan mesin yang baru.
“Kalau memang mesin baru dibeli itu pun tidak mungkin terjadi pembiaran seperti hari ini, pasti ada perawatan lebih yakin lagi kami menduga banyak kegiatan lainnya seperti mesin padi yang dibangun di Kecamatan Leupung Desa Meunasah Mesjid dan juga ada program tambak garam yang dilakukan di desa lain itu sampai hari ini juga terbengkalai, maka dari itu dari segi itu kami menduga ada permainan oknum di dalam mengelola program CSR,” katanya menduga.
Itu sebabnya, Ibnu berharap BPK RI untuk turun dan melihat langsung untuk dilakukan pemeriksaan secara menyuruh terkait program CSR PT. SBA di Kecamatan Leupung dan Lhoknga.
Selain itu, Ibnu melihat MoU yang telah dibuat antara pihak Kecamatan Leupun dan Lhoknga dengan PT. Semen Andalas Indonesia (PT.SBA) tahun 2009 silam terkait SOP telah dilakukan perubahan pada 2019 tanpa melibatkan perangkat kecamatan hanya dilakukan sepihak oleh PT. SBA.
“Kami menduga mereka melakukan itu di atas meja tidak ada kesepakatan kedua belah pihak yang menyangkut dengan SOP, seharusnya perlu dilakukan perubahan karena sudah tidak relevan lagi dengan masa sekarang,” ungkapnya.
Alasanya, menurut Ibnu karena sudah bertentangan dengan Undang-undang desa dan juga di desa sudah punya BUMG. Karenya, seharusnya pada dana CSR PT. SBA dengan pagu RP. 3 miliar per tahun perlu melibatkan para pihak mulai dari pihak kecamatan hingga gampong.
“Perlu juga dilibatkan tokoh adat dan tokoh agama di situ tapi hari ini mereka dengan dilakukan perubahan tersebut tidak keterlibatan para pihak dan tidak secara musyawarah maka keterlibatan tokoh agama tokoh adat tidak ada di sana maka kami meminta perlu ditinjau kembali,” harapnya.
Terakhir, dia juga berharap agar semua pihak, baik dari pengelola dana CSR PT. SBA melibatkan tokoh masyarakat dan benar-benar trasparan dalam memberikan bantuan sehingga dapat bermanfaat serta dapat mengdongkrak perekomian bagi seluruh masyarakat di dua kecamatan itu.
Discussion about this post