Ertugrul berambisi menyatukan umat Islam.
KONTRASACEH.NET, Oleh: Deri Adlis, Mubaligh di Kabupaten Kepulauan Anambas dan Sekretaris Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kepulauan Anambas
Ertugrul merupakan putra ketiga Sulaiman Shah yang lahir pada 1191 M di Kota Ahlat. Ahlat adalah sebuah wilayah Turki yang terletak di kawasan barat laut dari Danau Van yang berada di timur Anatolia.
Ertugrul tumbuh dan berkembang secara langsung di bawah asuhan Shah dan ibunya. Jiwa kepemimpinannya sudah menonjol sedari kecil dibandingkan saudara-saudaranya.
Ia adalah seorang anak pemberani, bertekad kuat dan tidak penakut. Sifat inilah yang membedakan Ertugrul dari tiga saudaranya (Gundogdu, Sunghur Tekin, dan Dundar).
Ertugrul juga tipe orang yang memiliki ambisi besar dan mimpi yang setinggih langit. Dia memimpikan sebuah negara yang merangkul seluruh umat Islam dan menyatukan semua wilayah Islam dalam satu bendera yang sama.
Gagasan ini sama sekali berbeda dengan pemikiran tiga sauduranya. Gundoglu, saudara tertua Ertugrul, bermimpi menjadi kepala kabilah. Sunghur Tekin bermimpi menjadi kepala negara, sementara Ertugrul bermimpi mempersatukan umat Islam di seluruh dunia.
Sepeninggal Sulaiman Shah ketika mereka sedang dalam perjalanan pulang dari Mardin, Ertugrul begitu ambisius dan berkeras mewujudkan impiannya selama ini. Dia ingin membawa gagasan pemikiran mendiang sang ayah dan mematangkannya menuju pembentukan negara besar umat Islam.
Dia harus melawan arus dan menghadapi tantangan demi mempertahankan prinsip dan gagasan yang dia yakininya. Sementara, saudara-saudaranya memilih kembali ke kampung halamannya untuk mencari keamanan supaya tidak terjadi pertumpahan darah.
Kiprah Ertugrul Mewujudkan Mimpi
Perjuangan awal Ertugrul dalam mewujudkan mimpinya yaitu mempersatukan umat Islam dalam satu bendera, pertama kali dimulai ketika dia bersama kabilahnya bergabung dalam barisan menju Erzincan dekat Armenia. Erzincan adalah salah satu wilayah Armenia yang terletak di antara wilayah kekuasaan Romawi dan Kota Ahlat. Posisinya dekat dengan Romawi.
Sebagian besar wilayah ini dihuni oleh bangsa Armenia. Pemeluk Islam di sana sangat sedikit.
Dalam buku berjudul Ertugrul Sejarah Turki Utsmani dari Kabilah ke Imperium, Prof Muhammad Khulaif ats Tsunayyan menyebutkan, kala itu Ertugrul bersama rombongan ingin berangkat menuju selatan Anatolia di dekat perbatasan Byzantium. Di sana dia melihat dua pasukan yang sedang bertempur.
Ertugrul kemudian mencari tempat yang tinggi untuk melihat perang yang sedang berlangsung tersebut. Ini merupakan sebuah pemandangan yang lumrah dialami oleh kabilah-kabilah yang nomaden yang gemar berperang.
Muhammad Bek Farid dalam buku Tharikh Ad-Dhaulah Al-‘Utsmaniyah menyebutkan, ketika salah satu pihak sudah melemah dan tampak akan kalah bila tidak ada yang mengulurkan pertolongan, hal ini membuat naluri jiwa perang Ertugrul mulai bergejolak. Dia bersama pasukan kavalerinya turun ke medan perang membantu pihak pasukan yang akan kalah tadi.
Ertugrul berbicara kepada para pasukan berkudanya, “Wahai prajurit perang yang gagah berani, takdir telah mengantarkan kita ke medan pertempuran. Dengan pedang yang ada di sarung yang terkalung di tubuh kita, bukanlah pria sejati bila kita hanya lewat tanpa berani menolong siapa saja yang lemah. Apa yang akan kalian lakukan?”
Para prajurit menjawab, “Tidaklah mudah bagi kita melibatkan diri dalam pertempuran dan berdiri bersama barisan yang kalah. Lebih baik bagi kita untuk tidak menjerumuskan diri ke dalam kehancuran.”
Ertugrul kemudian berkata, “Kata-kata seperti itu tidak layak diucapkan seorang prajurit berkuda. Sebuah tindakan yang tidak terhormat bila kita justru memalingkan badan dari orang yang sedang terdekat dan amat membutuhkan pertolongan. Mari kita bergegas menolong mereka pada siang yang terik ini. Mari kita jadikan pedang-pedang kita sebagai penyelamat nyawa mereka.”
Setelah mengucapkan kalimat tadi, Ertugrul bersama pasukan kudanya turun berhamburan menujut gelanggang perang dengan kekuatan dan keberanian yang luar biasa, hingga membuat takut pihak pasukan yang hampir meraih kemenangan tadi. Senjata pedang dan panah dikerahkan untuk menghabisi mereka.
Kedatangan Ertugrul dan pasukannya secara tiba-tiba memberikan kekalahan telak kepada mereka. Peristiwa ini terjadi pada akhir abad ke-7 H, bertepatan dengan tanggal 10 Januari 1230 M.
Sesudah meraih kemenangan, Ertugrul mengetahui Allah SWT telah menakdirkannya untuk menolong pihak pasukan Kerajaan Saljuk yang dipimpin oleh Sultan Alauddin Kayqubad I dalam Perang Yassciemen melawan pasukan Sultan Jalaluddin Manguberdi. Sultan Jalaluddin Manguberdi adalah raja terakhir Kerajaan Khawarizmi Shah yang baru saja diusir bangsa Mongol dari negerinya di Iran, lalu datang ke Anatolia dan ingin menaklukkannya.
Ertugrul menghadap Sultan Alauddin dan mencium tangannya dengan penuh hormat. Sesudah kemenangan gemilang yang diraih dalam pertempuran Yasscimen, terjadilah hubungan kuat antara Sultan Alauddin dan Ertugrul.
Ertugrul beserta kabilahnya kemudian bergabung ke dalam kekuasaan Saljuk di Konya. Inilah asal mula penamaan Dinasti Turki Utsmani dengan nama Utsman, karena Ertugrul (ayah Utsman) adalah sekutu dan ikut dalam barisan Kerajaan Saljuk.
Seiring dengan semakin dekatnya hubungan keduanya (Sultan dengan Ertugrul), Sultan Alauddin memberi Ertugrul tanah seluas 1000 km2 di daerah Sogut dekat wilayah Bilecik. Kemudian, Ertugrul menempuh perjalanan sejauh 900 km menuju Kota Eskisehir yang terletak di antara Konstantinopel (waktu itu masih di bawah kekuasaan Konstantinopel) dan Konya (ibu kota Kerajaan Saljuk).
Atas bantuan Ertugrul, Sultan Alauddin memberi dia sejumlah daerah dan kota untuk dikuasai olehnya. Bila Sultan terlibat perang dengan negara-negara tetangga, dia selalu mengandalkan Ertugrul dan bala tentaranya.
Setelah meraih kemenangan dalam setiap pertempuran, Ertugrul selalu diberi tanah kekuasaan baru dan harta kekayaan yang besar. Sultan Alauddin menggelari kabilahnya dengan nama pasukan garda depan Sultan, karena selalu berada di depan pasukan perang dan setiap perang yang diikuti oleh Ertugrul akan berakhir dengan kemenangan.
Dia sendiri dianugerahi gelar Uc Beki yang artinya penjaga wilayah perbatasan. Uc Beki adalah gelar prestisius yang diberikan kerajaan dalam Kerajaan Saljuk.
Dikutip : https://www.republika.co.id/berita/qtyfrb366/sepak-terjang-ertugrul-bin-sulaiman-shah
Discussion about this post