Banda Aceh – Sejak diresmikan Wakil Presiden Megawati Soekarno Putri awal 2003 silam, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang atau disingkat BPKS terkesan masih jalan ditempat jika tak elok disebut mati suri.
Padahal, BPKS dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang menjadi Undang-Undang.
Selama itu pula, nahkoda BPKS silih berganti. Begitupun kucuran ratusan miliar setiap tahunya terus mengalir dari pusat melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk operasioal Lembaga Nonstruktural tersebut.
Lantas, bagaimana kondisi BPKS setelah 19 tahun berjalan? Anggota DPR Aceh dari Fraksi PA Sulaiman, SE menilai kondisi manajemen BPKS sekarang sangat amburadur sehingga sampai kapapun, BPKS tidak akan pernah berkembang jika tidak dibenahi secara menyeluruh.
Salah satu penyebabnya adalah soal leadership yang memimpin BPKS. Selama ini, orang-orang yang memimpin BPKS menurutnya tidak punya kapasitas,kualitas hingga kapabilitas ditambah tidak memiliki rencana kerja yang jelas atau road map tentang bagaimana mengembangkan BPKS kedepan.
Belum soal karyawan BPKS, meski mencapai seribuan orang, nayatanya mereka itu tidak memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang mempuni untuk bekerja di lembaga strategis tersebut. Sehingga, para karyawan hanya hadir saja ke kantor dan berebut SPD untuk menambah pundi-pundi pribadi, sementara tidak fokus bekerja seperti yang diharapkan.
Sebut saja soal inisiatif dalam membuat turunan undang-undang yang telah disahkan pemerintah untuk Kementrian terkait. Ini perlu dilakukan agar memiliki aturan jelas dalam melaksanakan berbagai aktivitas Pelabuhan bebas. Namun, itu tidak dilakukan dan hanya menunggu saja. Apalagi, dengan ke khususan Aceh melalui UUPA yang dimiliki, Aceh bisa memiliki aturan tersendiri dalam mengelola hubungannya dengan luar negeri.
“Sebenarnya ada blue print (cetak biru) pengembangan BPKS yang telah disusun sedemikian rupa, tinggal dijalankan saja, tapi sayangnya pimpinan BPKS tidak paham sehingga yang duduk disitu tidak tahu kerjanya apa, terkesanlah seperti makan gaji buta saja,”
Pernyataan tegas tersebut disampaikan Sulaiman usai mendengar keluhan dan saran masyarakat dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rancangan Qanun Aceh tentang Tata Niaga Komoditas Aceh, di Hotel Nagoya Inn Sabang, Rabu (10/8/2022).
Dikatakan Sulaiman, banyak harapan yang disampaikan masyarakat pada dirinya terhadap bobroknya pengelolaan BPKS selama ini. Mulai dari tidak harmonisnya sesama karyawan hingga perekrutan Kepala dan Para Deputi yang sangat politis.
Kenapa politis? menurut Sulaiman Kepala dan Para Deputi BPKS itu direkrut dan harus mendapat persetujuan dari Gubernur Aceh selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang (DKS) dan Walikota Sabang bersama Bupati Aceh Besar selaku anggota.
“Masyarakat melihat ini sangat politis sehingga terjadi komplik kepentingan disana. Makanya, kita mengharapkan pemilihan Ketua dan Deputi BPKS kedepan harus dilakukan oleh lembaga independen yang bebas interpensi manapun, dan diharapkan akan lahir manajemen BPKS yang berkualitas,” harap Sulaiman yang juga Ketua Mahkamah Kehormatan DPR Aceh itu.
Dalam kesempatan itu, Sulaiman juga mengharapkan Pj Gubernur Aceh selaku Ketua DKS agar melakukan evaluasi secara menyuruh terhadap manajemen BPKS saat ini. Jika hasil evaluasi tidak seperti apa yang diharapkan maka sudah seharusnya, Ketua dan Anggota DKS mengganti seluruh manajemen dengan wajah-wajah baru.
“Masih banyak putra-putri Aceh yang memiliki SDM yang bagus untuk mengembangkan BPKS ke arah yang lebih baik. Apalagi, saya melihat Pj Gubernur Aceh berusaha keras dalam memajukan Aceh dan Beliau sangat welcome dengan saran-saran masyarakat Aceh, semoga ditangan Pj Gubernur, Aceh akan semakin baik dan kami di DPR Aceh mendukung penuh terhadap program strategis Pemerintah Aceh dibawah pimpinan Pak Pj Gubernur,” harap Politisi muda dari Partai Aceh itu.
Discussion about this post