Banda Aceh – Kuasa hukum M. Zaini Yusuf, Zaini Djalil, S.H. mengaku kecewa dengan tindakan Penyidik Kejari Banda Aceh karena telah menahan kliennya dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan dalam Pengelolaan Atjeh World Solidarity Cup 2007.
“Kami menyatakan kecewa Terhadap tindakan Penyidik Kejaksaan Negeri Banda Aceh atas penahanan terhadap klien kami, meskipun kewenangan penahanan hak subjektif dari penyidik atas dasar adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana, kami menilai tidak tepat alasan tersebut menjadi dasar dilakukan penahanan terhadap klien kami,” ungkap Zaini Djalil dalam siaran pers yang dikirim pada media ini, Senin 19 September 2022 malam.
Dikatakan Zaini Djalil, bahwa mungkin tidak kliennya akan menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana, mengingat seluruh alat barang bukti khusunya segala surat-surat telah dilakukan penyitaan oleh Penyidik terhadap kasus sebelumnya atas terdakwa Simon dan Saadan, kliennya juga sangat koperatif dalam proses penyidikan dibuktikan dengan hadir saat dilakukan pemeriksaaan, apalagi Penyidik tetap menggunakan hasil audit yang sama untuk kliennya sebagaimana audit terhadap Tersangka sebelumnya.
“Sepatutnya meskipun itu kewenangan subjektif dari penyidik, akan tetapi alasan objektifnya juga harus dikedepankan, apalagi klien kami baru pertama diperiksa sebagai Tersangka terkait dengan kasus yang sudah pernah diadili dan sudah ada terpidananya. Kami juga sudah mengajukan permohonan agar klien kami tidak ditahan/penangguhan penahanan dengan jaminan keluarga,” ungkap Zaini Djalil.
Menurutnya, dalam Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan dalam Pengelolaan Atjeh World Solidarity Cup 2007, kliennya diduga menerima dana sebesar Rp.730.000.000,-, hal ini sangatlah tidak benar, karena uang tersebut merupakan pembayaran hutang kepada kliennya yang awalnya memberikan pinjaman kepada panitia melalui Saadan untuk mendukung suksesnya kegiatan AWSC 2007.
Mengingat saat itu belum ada pencairan dana dari Pemerintah, dengan jumlah pinjaman dari klien kami sebesar Rp. 2.650.000.000,- dan uang pinjaman tersebut telah terbukti dipersidangan, sesuai dengan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor : 2/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bna telah jelas Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyebutkan “Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan tersebut, terdakwa moh saadan Bin Abidin selaku ketua panitia AWSC telah meminjam uang melalui Muhammad zaini sejumlah Rp. 2.650.000.000,-….”
Sambung Zaini Djalil, jika penyidik beralasan bahwa pembayaran uang tersebut bersumber dari pembayaran hak siar dari PSSI dan tidak melalui mekanisme pengelolaan keuangan Negara, itu bukanlah tanggung jawab klien kami melainkan tanggung jawab panitia dalam hal ini terpidana Saadan dan Simon sebagai penerima dan PSSI sebagai pihak pemberi yang mentransfer langsung ke rekening Saadan dan Simon, sementara klien kami adalah orang yang menerima pembayaran piutang dari panitia AWSC dan itupun masih ada sisa sebesar Rp. 1.920.000.000,- pinjaman yang belum terbayar dari panitia kepada kliennya, sebenarnya kliennya merupakan korban.
“Kami berharap agar perkara ini dapat segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Banda Aceh karena semua barang bukti telah dimiliki oleh Penyidik atas dasar perkara sebelumnya Nomor : 2/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bna sesuai dengan asas peradilan pidana “peradilan cepat dan biaya ringan”, sehingga penegak hukum dalam rangka pemberantasan korupsi dapat bekerja secara professional dan berkeadilan, karena hakikat hukum dapat memberikan rasa keadilan bagi setiap warga Negara,” tegas Zaini Djalil
Discussion about this post