Aceh Besar- Berawal dari sebuah kalimat “Menari-nari diatas darah dan perjuangan rakyat Aceh”, sangat tendensius yang kemudian bermaksud berlebih-lebihan terkait reaksi sebagian kecil opini publik terhadap proyek Moge Touring oleh Badan Reintegrasi Aceh (BRA) dibawah Pemerintah Aceh dalam rangka helatan 15 tahun Memorendom Of Understanding (MoU) antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka.
Sontak publik heboh dibarengi berbagai reaksi spontan dan ulet, dengan penilaian masing-masing terkait program tersebut dalam rangka memperingati hari 15 tahun tanah rencong berdamai dengan RI.
Misalnya insinuasi dengan kalimat, “menari-nari diatas darah dan perjuangan rakyat aceh, Touring Unfaedah, Touring menyiksa batin kombatan GAM dan rakyat Aceh”, dan masih banyak reaksi lain yang timbul dalam masyarakat.
Senada dengan itu, Fahril Muzanna salah satu pemuda Aceh Besar menilai Touring Moge adalah proyek amoral Pemprov Aceh yang mengingkari realisasi Refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19 Aceh dan mengkhianati helatan 15 tahun MoU Aceh, ungkapnya dalam rilis yang dikirim pada (12/08) rabu malam.
Dibawah Badan Reintegrasi Aceh (BRA) lanjutnya, helatan 15 tahun MoU Helsinky ideal dibungkus dengan evaluasi terkait implementasi Nota Kesepahaman Gam dan Pemerintah RI, terangnya.
Bukan malah membuat publik gaduh, menurutnya Komisi Peralihan Aceh (KPA) juga perlu dievaluasi oleh Pemerintah Aceh bukan program yang sedemikian rupa”. Karena itu sesuai amanat Hasan Muhammad Tiro yang mengubah haluan perjuangan Aceh dari politik bersenjata ke Perjuangan Politik Parlemen”, tegas Muzanna.
Badan Reintegrasi Aceh dan Komisi Peralihan Aceh merupakan wadah perjuangan politik Aceh pasca MoU, dua organisasi rakyat ini seharusnya mampu mengehegemoni dan memperjuangkan Asa serta Harapan masyarakat guna mewujudkan implementasi MoU.
Muzanna juga melihat bahwa DPRA sebagai lembaga pengawasan pembangunan telah blunder dan kecolongan. “Bagaimana tidak, 305 juta anggaran berhasil direalisasi oleh Pemprov Aceh untuk Touring Moge ditengah refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19”, kata dia.
Ini cerminan lemahnya pengawasan DPRA, terutama Badan Anggaran (Banggar) serta Komisi DPRA yang menjadi stakeholder keuangan Aceh.
“Proyek Moge Touring direalisasi oleh Pemprov karena luput perhatian DPRA, padahal saat penganggaran DPRA bisa saja mencekal itu”, pungkasnya.
Jika sekarang DPRA menyuarakan atau mengkritik sudah terlambat, berkesan hanya mencari sensasi dan atensi publik saja karena tidak akan berpengaruh Touring Moge Pemprov Aceh dibawah BRA akan tetap dilaksanakan.
Ia juga mengharapkan 15 tahun MoU Helsinky ditahun 2020, DPRA dan Pemerintah Aceh mengevaluasi kinerja BRA dan KPA Aceh sebagai wujud kepedulian implementasi Nota Kesepahaman GAM dan Pemerintah RI, demikian Fahril Muzanna.
Perlu diketahui, Touring yang melibatkan Ikatan Motor Besar Indonesia (IMBI) dimulai sejak 12 s/d 14 Agustus mendatang dengan rincian biaya 305 juta akan mengelilingi wilayah Timur Aceh.
Discussion about this post